SENGKETA JUAL BELI TANAH KAVLING DI BALI
Pada praktiknya di Bali kerap terjadi permasalahan saat transaksi jual beli tanah kavling, salah satunya adalah pembeli yang merasa dibohongi oleh pihak Pengembang/developer, sebab ketika pembeli melakukan pembayaran tanah kavling namun pihak Pengembang/developer tidak dapat menunjukkan obyek jual beli sebagaimana perjanjian yang disepakati.
Hal ini disebabkan pihak Pengembang/developer mengalami permasalahan dengan pemilik tanah asal. Menurut Pasal 163 HIR (Het Herzien Inlandsch Reglement) Pihak Pembeli dapat melakukan gugatan perdata terhadap pihak Pengembang/developer dan/atau pihak lain yang menimbulkan kerugian kepadanya.
Pasal 163 HIR menyatakan bahwa : “Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”.
Pembeli untuk membuktikan gugatan nya di Pengadilan dapat menyapkan bukti-bukti sesuai dengan Pasal 164 HIR dan pasal 1866 KUHPerdata yaitu : Bukti Tulisan/Surat Bukti saksi Persangkaan Pengakuan Sumpah.
Baca Juga: Jual Beli Tanah Di Badung - Bali
Untuk melakukan pengamanan terhadap jual beli tanah kavling, Kami tim hokum/Pengacara di Bali dapat memberikan nasihat/saran sebagai berikut: Sebelumnya melakukan transaksi jual beli tanah kavling atau melakukan pembayaran awal baik berupa Tanda jadi/DP/ Booking Fee, pembeli terlebih dahulu harus meminta kepada pihak Pengembang/developer menunjukkan bukti kepemilikan baik berupa SHM, SHGB, Pipil/SPPT Pajak atas tanah dan bangunan tersebut.
Disamping itu pihak pembeli harus meminta kepada pihak Pengembang/developer menunjukkan perjanjian antara pihak Pengembang/developer dengan pemilik tanah asal, untuk mengetahui apakah terdapat Akta pemberian kuasa oleh pemilik tanah asal, sehingga pihak Pengembang/developer berwenang untuk melakukan tindakan menjual.
Pembeli harus jelas mengetahui apakah pihak Pengembang/developer diberikan juga Akta Pemberian Kuasa untuk melakukan tindakan membangun tanah hak miliknya ataukah tidak, yang bisa dilihat dari pihak Pengembang/developer dapat menunjukkan IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat.
Terakhir Pihak Pembeli untuk mengetahui asal usul tanah/riwayat tanah kavling yang akan di beli, dapat mengecek tanah tersebut ke kantor kelurahan/desa atau dapat mengajukan permohonan ke Kantor Pertanahan setempat.
Gugatan wanprestasi yang diajukan pembeli kepada pihak Pengembang/developer yang menimbulkan kerugian baginya di dalamnya memuat tentang ganti rugi dan denda (pinalti) bisa juga berupa bunga yaitu hilangnya keuntungan yang sudah diperkirakan pembeli.
Bila ditinjau dari aspek pidana, Pihak Pengembang/developer dapat dikatakan melanggar Pasal 8 ayat (1) huruf f UU Perlindungan Konsumen”. Bilamana Pihak Pengembang/developer dalam menjual tanah kavling tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label/tabel, brosur,spanduk, iklan atau promosi penjualan tanah kavling tersebut melalui tenaga marketing nya.
Pihak Pengembang/developer terancam sanksi pidana paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp. 2 miliar (sesuai Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen). Sanksi lainnya adalah sesuai Pasal 150 UU Perumahan. yaitu peringatan tertulis, pencabutan izin usaha, hingga penutupan lokasi.