Bentuk Perlindungan Anak Korban Kekerasan
Perlindungan terhadap anak korban kejahatan (kekerasan) dapat dilakukan melalui hukum, baik hukum administrasi, perdata, maupun pidana. Penetapan tindak pidana kekerasan pada anak dan upaya penanggulangan kekerasan pada anak dengan hukum, melalui berbagai tahap, sebenarnya terkandung pula upaya perlindungan bagi anak korban kekerasan, meski masih bersifat abstrak atau tidak langsung. Namun, dapat dikatakan bahwa dewasa ini, pemberian perlindungan korban kejahatan oleh hukum pidana masih belum menampakan pola yang jelas.
Dalam sistem peradilan pidana, baik hukum pidana positif maupun penerapannya pada dasarnya lebih banyak memberikan perlindungan yang abstrak (tindak langsung). Adanya perumusan (penetapan) perbuatan kekerasan terhadap anak sebagai tindak pidana (dengan sanksi pidana) dalam peraturan perundang-undangan pada hakikatnya merupakan pemberian perlindungan in abstracto, secara tidak langsung, terhadap anak korban kejahatan (kekerasan). Dikatakan demikian, karena tindak pidana dalam hukum positif tidak dianggap sebagai perbuatan menyerang/melanggar kepentingan hukum seseorang (korban) secara pribadi dan kongkret, tetapi hanya dianggap sebagai pelanggaran norma/tertib hukum in abstracto. Konsekuensinya, perlindungan korban pun tidak secara langsung, tapi hanya secara tidak langsung (in abstracto).
Dengan kata lain, sistem sanksi dan pertanggungjawaban pidana tidak ditujukan pada perlindungan korban secara langsung dan kongkret, tetapi hanya perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana oleh perlaku kejahatan (kekerasan) bukanlah pertanggungjawaban pidana terhadap kerugian/penderiataan korban secara langsung dan konkret, tetapi lebih merupakan pertanggungjawaban yang bersifat pribadi/individual.
Dalam pertanggungjawaban pidana yang bersifat pribadi/individual pada dasarnya juga terkandung adanya perlindungan korban kejahatan secara tidak langsung, dan bahkan terhadap calon-calon korban atau korban potensial. Pemberian pidana, baik secara abstrak (in abstracto) maupun secara konkret (in concreto) oleh badan (lembaga) yang berwenang, misalnya pidana mati, penjara maupun pidana denda, dapat memberikan rasa puas bagi korban dan rasa aman (tenang) bagi korban potensial. Pemberian pidana kepada pelaku kejahatan (kekerasan) memang belum bisa memberikan rasa keadilan yang sempurna.
Baca juga artikel kami tentang Konvensi PBB Tentang Hak Anak