PENGACARA KASUS PERDATA DI BALI
Dalam menagani perkara perdata yang banyak terjadi di Bali semisal Perceraian, gono-gini, Kasus Tanah, Hutang Piutang (Wanprestasi), perselisihan jual beli tanah, perselisihan sewa menyewa tanah dan lainnya, dibutuhkan sebuah strategi jitu untuk memenangkan perkara atau setidak-tidaknya memperoleh hasil semaksimal mungkin untuk kepentingan Klien. Kasus perdata sendiri adalah kasus antara perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lain dalam lapangan hukum keperdataan, dimana ranah hukum perdata sendiri di bagi menjadi 4 (empat) yaitu hukum perseorangan, hukum keluarga, hukum kekayaan dan hukum waris. Hukum Perdata ini hanya memiliki akibat hukum kepada pihak-pihak perseorangan yang terlibat dalam perkara tersebut, memiliki ranah privat sehingga dikenal dengan hukum Privat.
Banyak penulis yang adalah Pengacara spesialis perdata temukan kasus dilapangan, dimana awalnya adalah kasus perdata lalu berubah menjadi kasus pidana. Seperti kasus sengketa perebutan tanah di Bali yang banyak terjadi di Bali yang awalnya merupakan kasus perdata, kemudian berubah menjadi pidana karena ada perbuatan hukum lain yaitu misalnya penyerobotan lahan, pemalsuan surat-surat (seperti Sertipikat, silsilah, waris, surat pajak dan lainnya), penggelapan uang maupun tidak jarang juga berubah menjadi perkara Penipuan.
Untuk dapat mengatasi kemungkinan-kemungkinan perkara yang akan terjadi kemudian, diperlukan kejelian dan keahlian seorang Pengacara khusus perdata di Bali, dalam melakukan penilaian dan pertimbangan-pertimbangan dengan menyiapkan segala sesuatu nya seperti bukti-bukti dan saksi-saksi, sehingga menghasilkan sebuah gugatan perdata yang memenuhi syarat formil dan materiil, untuk kemudian gugatan dapat dikabulkan oleh Majelis Hakim Persidangan.
Kasus Perdata umumnya diawali dengan adanya perjanjian tertulis antara pihak yang satu dengan yang lainnya yang menjelaskan hak dan kewajiban masing-masing, jika salah satu pihak melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian maka telah terjadi peristiwa hukum yang bernama wanprestasi (ingkar janji), Penyelesaian dapat secara kekeluargaan, melalui alternatif Penyelesaian sengketa (mediasi, negoisasi, konsiliasi) maupun dapat berujung akhir pada sebuah gugatan hukum di Pengadilan
4 Syarat yang Diperlukan Agar Sahnya Sebuah Perjanjian
Sebuah Perjanjian hukum harus memenuhi 4 (empat) syarat yang diatur dalam Pasal 1320 B.W untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.Suatu hal tertentu
4.Suatu sebab yang halal
Syarat no 1 & 2 dinamakan syarat subjektif, karena syarat tersebut mengenai subjek pejanjian, sedangkan syarat no 3 & 4 dinamakan syarat objektif, karena mengenai objek dari perjanjian itu sendiri. Seseorang dikatakan melanggar perjanjian yang dibuat, bilamana melakukan wanprestasi dengan ciri perbuatan sebagai berikut:
1.Tidak melakukan apa yang disanggupi untuk melakukan;
2.Melaksanakan apa yang dijanjikan namun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam perjanjian;
3.Terlambat dalam melakukan apa yang dijanjikan dalam perjanjian;
4.Melakukan sesuatu yang dalam Perjanjian, harusnya tidak boleh dilakukan.
Bila mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata atau BW), dalam gugatan perdata, Penggugat dapat mengajukan ganti rugi kepada Tergugat/Pihak yang melakukan wanprestasi (ingkar Janji) diantaranya adalah:
1.Pasal 1243 KUHPerdata atau BW yaitu “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atas dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
2.Pasal 1246 KUHPerdata atau BW yaitu “Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh dituntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan disebut”.
3.Pasal 1247 KUHPerdata atau BW yaitu “Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dialahirkannya, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dialakukan olehnya”.
4.Pasal 1249 KUHPerdata atau BW yaitu “Jika dalam perikatan ditentukannya, bahwa si yang lalai memenuhinya, sebagai ganti rugi harus membayar suatu jumlah uang tertentu, maka kepada pihak yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun kurang dari pada jumlah itu”.
5.Pasal 1250 KUHPerdata atau BW yaitu “Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan denga pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar disebabkan terlambatnya pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan undang-undang, dengan tidak mengurangi peraturan undang-undang khusus. Penggantian biaya, rugi dan bunga tersebut wajib dibayar dengan tidak usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang”.