PROSES MEDIASI PERKARA KETENAGAKERJAAN (PHK) DI DISNAKER
Usaha di bidang Pariwisata seperti Hotel dan Restaurant sangat berdampak dengan adanya Covid-19, bahkan ada perusahaan yang melakukan PHK massal karena tidak lagi memiliki pemasukan yang disebabkan perusahaan tidak beroperasi seperti dahulu.
Sebagaimana pengalaman penulis yang kerap menangani sengketa ketenagakerjaan (dalam hal ini PHK atau dirumahkan), dengan alasan efisiensi anggaran, Perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau pemberian waktu kerja tidak penuh (15 hari kerja dalam sebulan) atau dan bahkan ada pekerja yang dirumahkan dengan batas waktu yang tidak pasti.
Perkara perselisihan tenaga kerja yang dikenal dengan Perselisihan Hubungan Industrial (PHI) sebelum masuk ke Persidangan, wajib hukumnya untuk terlebih dahulu menempuh jalur mediasi di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) kabupaten/kota tempat perusahaan/pemberi kerja berada, dengan perantara Mediator Hubungan Industrial.
Pekerja sebagaimana amanat UU Ketenagakerjaan berhak memperoleh kompensasi berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (PMK), dan uang Penggantian Hak (meliputi cuti, biaya pulang untuk pekerja,dan lainnya yang dikenal juga dengan uang tali kasih).
Bila pekerja didampingi kuasa hukumnya, kuasa hukum pekerja dapat mengajukan surat klarifikasi ke perusahaan tempatnya bekerja untuk mendapat kejelasan mengenai statusnya apakah masih status pekerja atau sudah di-PHK.
Bila sudah di PHK, Pekerja melalui kuasa hukum dapat meminta surat PHK secara tertulis dari Perusahaan. Untuk kemudian kuasa hukum pekerja juga dapat meminta alasan mengapa klien nya di-PHK. Apakah terkait dengan kualitas kerja si Pekerja ataukah pekerja telah melakukan kesalahan-kesalahan dalam bekerja yang dibuktikan dengan adanya Surat Peringatan I dan II. Surat Peringatan diberikan bilamana pekerja tidak mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya.
Pekerja setelah jelas statusnya di Perusahaan, dapat memperjuangkan hak-hak nya melalui upaya Tripartit yaitu antara pekerja, pihak pengusaha dan Tenaga Kerja (Disnaker) kabupaten/kota, untuk mendapat surat rekomendasi atau kesimpulan dari Mediator Hubungan Industrial di Disnaker, atau dikenal dengan pendapat hukum mediator hubungan industrial.
Sebelumnya pekerja melalui kuasa hukumnya terlebih dahulu harus membuat surat permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2004, dimana permohonan berisi/memuat: nama perusahaan, jenis usaha,alamat perusahaan, nama pekerja dan alamat pekerja. Dalam surat juga mencantumkan duduk permasalahan secara lengkap.
Dalam surat permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial dilampiri pula surat permintaan perundingan bipartit I dan surat permintaan perundingan bipartite II. Dimana dalam surat perundingan bipartit tersebut memuat tentang hasil perundingan antara pekerja dan pihak pengusaha yang dilakukan secara musyawarah, dimana pihak pekerja dapat mengajukan tuntutan kepada perusahaan dan pihak perusahaan diharapkan dengan itikad baik dapat memberikan jawaban atau merealisasikan keinginan/tuntutan dari pekerja.
Adapun hasil bipartit adalah berupa Risalah Perundingan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang memuat alasan perselisihan, pendapat pekerja, pendapat perusahaan, kesimpulan atau hasil perundingan yang ditandatangani oleh pihak pekerja dan pihak Pengusaha. Setelah berkas surat permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial dinyatakan lengkap oleh petugas Disnaker, kemudian akan dilimpahkan kepada Mediator Hubungan Industrial di Disnaker untuk dibuat jadwal mediasi dan pemanggilan kepada Para Pihak.
Mediasi oleh Mediator Hubungan Industrial Disnaker pada umumnya dilakukan sebanyak 3X, yang pertama adalah agenda Klarifikasi Perselisihan Hubungan Industrial dimana berujung pada pembuatan Risalah Klarifikasi Perselisihan Hubungan Industrial yang menyatakan apakah telah terjadi kesepakatan antara pihak pekerja dengan pihak pengusaha ataukah tidak.
Bilamana belum tercapai kesepakatan antara para pihak, maka dilanjutkan dengan pertemuan mediasi selanjutnya yang mengagendakan keharusan adanya titik temu yaitu apakah pekerja memilih untuk bekerja kembali ataukah PHK dengan syarat yaitu pembayaran kompensasi/pesangon kepada Pekerja.
Pilihan ini juga didasarkan pada faktor Perusahaan tersebut apakah masih beroperasi ataukah tidak. Mediator akan meminta masing-masing pihak untuk menurunkan ego nya dalam arti memandang permasalahan ini secara kekeluargaan tanpa mengesampingkan peraturan perundang-undangan, sehingga permasalahan ini bisa diselesaikan secara cepat dan hubungan kembali harmonis.
Mediator Hubungan Industrial melakukan kaukus yaitu bicara terpisah dengan masing-masing pihak, mediator terlebih dahulu bicara 4 (empat) mata dengan pekerja menanyakan secara pribadi apa yang menjadi ganjalan nya, lalu dilanjutkan dengan bicara 4 (empat) mata dengan pihak pengusaha, sehingga Mediator Hubungan Industrial dapat menjembati perbedaan diantara para pihak untuk menuju pada penyelesaian masalah secara win-win solution. Bila win-win solution gagal ditempuh, maka Mediator Hubungan Industrial akan mengeluarkan Risalah Akhir berupa Risalah Pendapat Akhir Mediator Hubungan Industrial.