Hal-hal yang menjadi Pertimbangan Hukum pada Tingkat Kasasi atas Perkara Gugatan Gono Gini Pasca Perceraian
Penulis sebagai Pengacara perceraian berpengalaman di Bali akan mencoba melakukan analisa seputar hal-hal yang menjadi pertimbangan hukum pada tingkat kasasi atas perkara gugatan gono gini pasca perceraian di Bali.
Pada tingkat Kasasi akan dikaji apakah pertimbangan judex facti telah salah dalam penerapan hukumnya ataukah tidak salah dalam menerapkan hukum, tentu dengan meneliti terlebih dahulu berkas memori kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dan Kontra Memori Kasasi yang diajukan Termohon Kasasi.
Sebagai contoh kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah gugatan penggugat perihal perkara gono gini, dimana antara Penggugat dan Tergugat selama perkawinan memiliki harta bersama berupa sebuah tanah dan bangunan, dimana Penggugat menyatakan berhak atas ½ (setengah) bagian dari obyek sengketa sebuah tanah dan bangunan tersebut.
Dimana dalam Pengadilan Negeri telah memberikan putusan dengan mengabulkan gugatan Penggugat, bahwa Penggugat berhak atas ½ (setengah) bagian dari obyek sengketa sebuah tanah dan bangunan tersebut serta menghukum Tergugat untuk menyerahkan bagian yang menjadi hak Penggugat yaitu ½ (setengah) bagian obyek sengketa secara kontan dan tunai melalui penjualan dan/atau pelelangan.
Bahwa kemudian Tergugat mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi menguatkan Putusan Pengadilan Negeri tersebut. Untuk kemudian Tergugat mengajukan permohonan kasasi, yang diikuti dengan pembuatan Memori Kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima oleh Kepaniteraan Pengadilan Negeri.
Kasasi sendiri merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh para pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi.
Hal mana Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.
Adapun Alasan mengajukan kasasi menurut Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung antara lain:
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Tidak bewenangan yang dimaksud adalah berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah
Bilamana dalam contoh kasus tersebut, Tergugat/Pemohon Kasasi keberatan atas Putusan judex facti sebab menurutnya, obyek sengketa sebuah tanah dan bangunan tersebut bukanlah harta bersama sebab obyek sengketa sebuah tanah dan bangunan tersebut didapatkan Tergugat sebelum perkawinan terdaftar resmi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.
Maka Hakim pada tingkat Kasasi dapat saja mengacu pada pekawinan antara Penggugat dan Tergugat apakah terikat ataukah tidak terikat pada perjanjian kawin, yang menyatakan adanya pemisahan harta yang diperoleh sebelum perkawinan terdaftar resmi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.
Serta dapat mengacu pada pertimbangan apakah perkawinan Penggugat dan Tergugat tersebut adalah sudah sah secara agama Hindu dan adat istiadat yang berlaku setempat ataukah tidak.