PENGACARA PERKARA PIDANA DI BALI
Penulis yang merupakan pengacara pidana di Bali, akan menerangkan mengenai alur persidangan perkara pidana di Pengadilan. Terdakwa yang dihadapkan di persidangan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) akan ditanyakan apakah didampingin Penasehat Hukum ataukah tidak. Bilamana Terdakwa yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum diancam dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, maka Terdakwa wajib didampingin Penasehat Hukum. Hakim akan menunjuk Penasehat Hukum pada Posbankum (Pos Bantuan Hukum) yang berada di lingkup Pengadilan Negeri tersebut. Selanjutnya, Terdakwa akan ditanyakan oleh Hakim persidangan, apakah telah menerima salinan surat Dakwaan.
Untuk kemudian, oleh Hakim, JPU (Jaksa Penuntut Umum) dipersilahkan untuk membacakan surat dakwaan, Hakim bertanya kepada Terdakwa dan Pengacaranya (Penasehat Hukumnya), apakah mengerti atas dakwaan yang dibacakan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum). Bila sudah mengerti, dipersilahkan untuk mengajukan eksepsi (keberatan terhadap dakwaan) sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP. Eksepsi yang diajukan pengacara/kuasa hukum meliputi:
a.Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan;
b.Dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) harus dinyatakan sebagai tidak dapat diterima;
c.Dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) harus dinyatakan sebagai batal demi hukum.
Setelah adanya eksepsi (keberatan terhadap dakwaan), maka JPU (Jaksa Penuntut Umum) dapat mengajukan replik (tanggapan terhadap eksepsi). Untuk kemudian sidang ditunda dengan agenda Putusan Sela oleh Majelis Hakim.
Putusan sela sendiri adalah putusan yang dijatuhkan hakim sebelum hakim memeriksa pokok perkara, putusan ini guna menerima atau menolak terhadap eksepsi yang diajukan Terdakwa/Kuasanya. Bilamana putusan sela menyatakan bahwa eksepsi ditolak maka akan dilanjutkan dengan agenda sidang Pembuktian. Pembuktian sendiri adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang untuk membuktikan kesalahan Terdakwa.
Pembuktian diawali dengan pemeriksaan saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) sebagaimana diatur dalam Pasal 160 KUHAP. Yang dimaksud saksi menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
Saksi yang pertama diperiksa adalah saksi korban. Keterangan 1 (satu) orang saksi tidak dapat membuktikan bahwa Terdakwa bersalah atau tidak (Pasal 185 ayat 2 KUHAP), keterangan 1 (satu) orang saksi tersebut harus didukung oleh alat bukti yang lain seperti keterangan ahli, petunjuk atau keterangan Terdakwa.
Setelah saksi korban diperiksa lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi lain yang diajukan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum). Pada kesempatan yang lain, diberikan hak juga terhadap Terdakwa atau Penasehat Hukumnya untuk mengajukan saksi yang meringankan (a de charge) sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHAP.
Pada agenda sidang berikutnya, JPU (Jaksa Penuntut Umum) diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk menghadirkan saksi ahli ke persidangan. Yang dimaksud dengan saksi ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP adalah “keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.
Terdakwa atau Penasehat Hukumnya pun diberikan kesempatan yang sama untuk menghadirkan saksi ahli. Setelah saksi dan saksi ahli diperdengarkan keterangannya, maka dilanjutkan dengan agenda sidang Pemeriksaan Terdakwa. Keterangan Terdakwa diatur dalam Pasal 189 ayat (1) KUHAP, yaitu tentang “apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri”.
Setelah pemeriksaan dianggap selesai maka Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan tuntutan pidana (requisitoir) sebagaimana Pasal 182 ayat (1) KUHAP. Bilamana JPU (Jaksa Penuntut Umum) beranggapan bahwa Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan, maka JPU meminta hakim untuk menjatuhkan pidana.
Kemudian Terdakwa atau Penasehat Hukumnya diberikan kesempatan untuk melakukan Pembelaan (Pledoi) sebagaimana diatur dalam Pasal 182 KUHAP. Pledoi merupakan upaya terakhir dari terdakwa atau Penasehat Hukumnya untuk mempertahankan hak-hak dari Terdakwa, membela kebenaran yang diyakininya, sesuai dengan keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti yang terungkap sebagai fakta persidangan.
Setelah Terdakwa atau Penasehat Hukumnya mengajukan Pembelaan, maka Jaksa Penuntut Umum akan mengajukan Tanggapan yang dikenal dengan Replik. dan terakhir Penasehat Hukum Terdakwa dapat mengajukan tanggapan terakhir terhadap Replik Jaksa Penuntut Umum, dikenal dengan Duplik. Untuk kemudian persidangan dianggap telah selesai, dan Majelis Hakim meminta waktu untuk bermusyawarah untuk menjatuhkan Putusan Akhir. Putusan Akhir Hakim dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.