Pengacara Gono Gini
Dalam hal ini penulis (I Putu Agus Putra Sumardana, SH) yang juga adalah seorang Pengacara mencoba menjelaskan dan memaparkan sekilas tentang Perkara Gono-Gini atau Pembagian Harta Bersama, menurut Hukum Nasional dan hukum perkawinan. Pertama-tama kita harus mengetahui dan mengerti perbedaan harta bersama dan gono-gini itu sendiri, yaitu:
Apa perbedaan harta bersama dan gono gini?
Dalam UU Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974), yang menjadi harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, sedangkan harta yang diperoleh sebelum perkawinan menjadi harta bawaan dari masing-masing suami dan istri. Harta bawaan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masig sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Aapabila di antara suami istri tersebut tidak pernah dibuat Perjanjian Kawin, maka berdasarkan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terhitung sejak perkawinan terjadi, demi hukum terjadilah percampuran harta di antara keduanya. Akibatnya harta istri menjadi harta suami, menjadi harta bersama. Terhadap harta bersama, jika terjadi perceraian, maka harus dibagi sama rata antara suami dan istri. Pembagian terhadap harta bersama tersebut meliputi segala keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari usaha maupun upaya yang dilakukan oleh pasangan suami/istri tersebut selama mereka masih terikat dalam perkawinan. Hal inilah dikenal dengan Perkara Gono-Gini atau Pembagian Harta Bersama.
Ada persamaan saat pengajuan gugatan harta bersama dari Pengadilan Agama dan Pengeadilan Negeri, bahwa pembagian harta bersama dalam perkawinan dilakukan setelah ada putusan perceraian. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ada persamaan dalam pengajuan gugatan harta bersama secara KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam (KIH). Perbedaan pada pembagian harta bersama menurut KHI berdasarkan pada Pasal 97 harta bersama setelah perceraian dibagi rata, masing-masing ½ bagian antara suami dan isteri sama.
Sementara itu menurut KUHPerdata pembagian dapat dilakukan atas bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat dan tergugat. Pengajuan bukti yang lemah memperoleh pembagian harta bersama lebih banyak, dalam kasus pengajuan bukti yang kuat dimiliki oleh penggugat sehingga penggugat memperoleh bagian ¾ bagian dan tergugat memperoleh ¼ bagian.
Dengan demikian pembagian harta bersama menurut Pasal 128 KUHPerdata bahwa setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama dibagi dua antara suami dan isteri, tetapi dapat terjadi perubahan pembagian sesuai bukti-bukti secara hukum dalam proses peradilan.
I Putu Agus Putra Sumardana, SH selaku pengacara yang dalam praktiknya memiliki pengalaman dan mengambil suatu pandangan bahwa dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pembagian harta bersama menurut KHI ada dua yaitu dasar musyawarah dan keadilan. Pasangan dapat memilih cara yang lebih elegan yaitu dengan cara damai atau musyawarah. Keadilan yang dimaksud mencakup pada pengertian bahwa pembagian tersebut tidak mendiskriminasikan salah satu pihak.
I Putu Agus Putra Sumardana, SH selaku pengacara yang dalam praktiknya memiliki pengalaman dan mengambil suatu pandangan bahwa Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pembagian harta bersama menurut KUHPerdata berdasarkan pada pembuktian yaitu berdasarkan keterangan-keterangan dari saksi dan bukti surat.
I Putu Agus Putra Sumardana, SH selaku pengacara berpandangan bahwa Putusan hakim berdasarkan pada gugatan yang berdasarkan hukum. Alat bukti sangat penting untuk dapat memberikan keyakinan bagi hakim dalam memberikan pertimbangan dan penetapan hukum untuk memutuskan termasuk tidaknya suatu harta benda ke dalam golongan harta bersama atau tidak.
Gugatan harta bersama antara sesama muslim dapat diajukan di Pengadilan Negeri. Walaupun orang yang beragama Islam dalam pernikahannya melalui Pengadilan Agama telah diatur dalam KHI, termasuk dalam sengketa pembagian harta bersama perkawinan yang diatur pada Pasal 88. Pasal 88 mengatur bahwa bila terdapat sengketa atas harta bersama, maka akan diserahkan kepada Pengadilan Agama yang berwenang. Pasal tersebut merupakan pasal dalam Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang pembagian harta bersama bila terjadi perselisihan. Namun di dalam KHI atau undang-undang lainnya yang mengatur tentang harta bersama, tidak ada satupun yang dengan tegas dan jelas melarang sesama muslim untuk mengajukan gugatan sengketa harta bersamanya di Pengadilan Negeri, jadi Panitera di Pengadilan Negeri merasa tidak mempunyai wewenang untuk menolak pengajuan gugatan harta bersama sesama muslim di Pengadilan Negeri.
Dasar hukum Pengacara atau Kuasa Hukum mengajukan gugatan perceraian
- Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 amandemen ke – IV
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tetnatng Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
- Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 5 Tahun 1986
- Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
- Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian sengketa
- Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung
- Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009Tentang KekuasaanKehakiman
- Undang-Undang No.8 Tahun 2004,Tentang perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
- Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
- Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
- Kitab Undang-undang Hukum Pidana
- Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
- Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan nasional di Bidang Pertanahan
- Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional
- Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 1999Tentang Tata Cara Penagnanan Sengkaeta Tanah
- Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan pemberian dan pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara.
- Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 9Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
- Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
- Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Adapun langkah-langkah dan proses yang dilakukan oleh Pengacara yang menangani kasus perceraian
- Pendaftaran gugatan;
- Menerima surat panggilan sidang;
- Sidang pertama, apabila kedua belah pihak hadir baik itu Penggugat maupun Tergugat maka Majelis Hakim mewajibkan para pihak untuk Melakukan Mediasi sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2016;
- Waktu Mediasi sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2016 adalah 30 hari;
- Setelah Mediasi dinnyatakan Gagal maka dilanjutkan dengan sidang Pembacaan Gugatan Penggugat;
- Sidang jawaban;
- Sidang replik
- Sidang duplik;
- Sidang bukti surat pihak Penggugat;
- Sidang bukti pihak Tergugat;
- sidang saksi dari Penggugat;
- Sidang saksi dari Tergugat;
- Sidang kesimpulan;