Konsep Harta Perkawinan
Harta perkawinan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebut harta bersama. Pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan “Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Kata harta bersama terdiri dari dua suku kata yaitu “harta” dan “bersama”. Secara etimologi, harta mengandung dua pengertian yaitu: Pertama, barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. Kedua, kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan.
Dalam peraturan perundang-undangan, istilah “harta bersama” telah dipakai sejak tahun 1974 dengan berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tanggal 2 Januari 1974, yang berlaku efektif dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tanggal 1 April 1975.
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974, istilah harta bersama dipakai untuk harta benda yang diperoleh selama perkawinan saja. Artinya harta yang diperoleh selama tenggang waktu, antara saat peresmian perkawinan, sampai perkawinan terputus, baik terputus karena kematian salah seorang diantara mereka (cerai mati), maupun karena pererianan (cerai hidup). Dengan demikian, harta yang telah dipunyai pada saat dibawa masuk ke dalam perkawinan terletak di luar harta bersama.
Apa itu Harta Berwujud dan Tidak Berwujud? Bagaimana Peranan Undang-Undang Mengatasi Hal ini?
Harta bersama merupakan benda berwujud atau juga tidak berwujud. Yang berwujud dapat meliputi benda bergerak, benda tidak bergerak dan surat-surat berharga sedangkan yang tidak berwujud dapat berupa hak atau kewajiban. Dengan semakin bermacamnya bentuk harta dalam kehidupan rumah tangga seperti tersebut dalam Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan, baik bentuk dan sumbemya mengakibatkan sulitnya keluarga (suami dan isteri) menentukan mana-mana yang menjadi harta bersama, sehingga sering ditemui sengketa tentang harta bersama yaitu berkisar tentang harta perkawinan tersebut masuk menjadi harta bersama atau tidak.
Menurut ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Perkawinan, menyebutkan ayat (1). Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama; ayat (2). Harta bawaan dari masing-masing suami isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sipenerima sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Harta dalam perkawinan terdiri dari harta bersama dan harta pribadi masing-masing suami dan isteri, yang termasuk harta bersama adalah seluruh harta yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan dan hasil dari harta bersama. Akibat hukum mengenai harta bersama adalah meliputi seluruh harta suami isteri baik yang sudah ada ataupun yang akan ada.
Berkaitan dengan harta bersama ini Undang-Undang Perkawinan mengatur tentang hak dan kewajiban suami isteri dalam hal pengurusan harta bersama yang menyatakan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan bahwa mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Jadi atas dasar pasal tersebut dapat diketahui bahwa kedudukan suami isteri terhadap harta bersama adalah sama yang berarti :
1.Suami dapat bertindak atas harta bersama setelah ada persetujuan isteri;
2.Sebaliknya isteri dapat bertindak atas harta bersama setelah mendapat persetujuan dari suami.
Sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang
Perkawinan adanya hak suami dan isteri untuk mempergunakan atau memakai harta bersama ini dengan persetujuan kedua belah pihak secara timbal balik adalah suatu yang wajar, mengingat bahwa hak dan kedudukan suami adalah seimbang dengan hak kedudukan isteri, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
Pada prinsipnya bahwa di dalam Undang-Undang Perkawinan harta bersama dapat dipergunakan untuk keluarga baik dilakukan oleh suami maupun isteri dengan syarat ada persetujuan dari pihak suami atau isteri.