Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Perselisihan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi sesungguhnya memiliki karakter tersendiri dan berbeda dengan perselisihan yang dihadapai sehari-hari oleh peradilan biasa. Keputusan yang diminta oleh pemohon dan diberikan oleh Mahkamah Konstitusi akan membawa akibat hukum yang tidak hanya mengenai orang seorang, tetapi juga orang lain, lembaga negara dan aparatur pemerintah atau masyarakat pada umumnya, terutama sekali dalam hal pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (Judicial review). Nuansa public interest yang melekat pada perkara-perkara semacam itu akan menjadi pembeda yang jelas dengan perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara yang pada umunya menyangkut kepentingan pribadi dan individu berhadapan dengan individu lain ataupun dengan pemerintah.
Ciri inilah yang akan membedakan penerapan hukum acara di Mahkamah Konstitusi dengan hukum acara di pengadilan-pengadilan lainnya. Oleh karena terjadinya praktek hukum acara yang merujuk pada undang-undang hukum acara yang lain timbul karena kebutuhan yang kadang-kadang dihadapkan kepada Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan yang memberlakukan aturan Hukum Acara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara secara mutatis mutandis dapat diberlakukan dengan menyesuaikan aturan dimaksud dalam praktek hukum acaranya.
Hanya saja jika terjadi pertentangan dalam praktek hukum acara pidana dan TUN dengan aturan hukum acara perdata maka secara mutatis mutandis juga aturan hukum acara perdata tidak akan diberlakukan. Meskipun aturan ini tidak dimuat dalam Undang-undang Mahakamah Konstitusi, akan tetapi telah diadopsi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), baik sebelum maupun sesudah praktek yang merujuk undang-undang hukum acara lain itu digunakan dalam praktek.
Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Dari uraian paragraf sebelumnya, maka sumber hukum acara Mahkamah Konstitusi dapat dikenali sebagai berikut :
a.Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi;
b.Peraturan Mahakamah Konstitusi (PMK);
c.Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi RI;
d.Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, dan Hukum Acara Pidana Indonesia;
e.Pendapat Sarjana (doktrin);
f.Hukum Acara dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Negara lain.
Adapun secara ringkas dan sistematis, prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1.Pengajuan permohonan
a.Ditulis dalam bahas Indonesia;
b.Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya;
c.Diajukan dalam 12 rangkap;
d.Jenis perkara;
e.Sistematika:
-Identitas dan legal standing Posita, Posita Petitum, dan Petitum
f.Disertai bukti pendukung
2.Pendaftaran
a.Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:
-Belum lengkap, diberitahukan
-7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi
-Lengkap
b.Registrasi sesuai dengan perkara.
c.7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara.
a)Pengujian undang-undang:
-Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
-Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.
b)Sengketa kewenangan lembaga negara:
-Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon.
-Pembubaran Partai Politik
-Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan.
c)Pendapat DPR:
-Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.
3.Penjadwalan Sidang
a.Dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu).
b.Para pihak diberitahu/dipanggil.
c.Diumumkan kepada masyarakat.
4.Pemeriksaan Pendahuluan
a.Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa:
-Kelengkapan syarat-syarat Permohonan.
-Kejelasan materi Permohonan.
b.Memberi nasehat:
-Kelengkapan syararat-syarat permohonan.
-Perbaikan materi permohonan.
c.14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki.
5.Pemeriksaan Persidangan
a.Terbuka untuk umum.
b.Memeriksa: permohonan dan alat bukti.
c.Para pihak hadir menghadapi sidang guna memberikan keterangan.
d.Lembaga negara dapat diminta keterangan Lembaga negara dimaksud dalam jangka waktu tujuh hari wajib memberi keterangan yang diminta.
e.Saksi dan/atau ahli memberi keterangan.
f.Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi luasa dan orang lain.
6.Putusan
a.Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:
-Untuk perkara pembubaran partai politik, 60 hari kerja sejak registrasi.
-Untuk perkara perselisihan hasil pemilu:
b.Presiden dan/atau wakil Presiden, 14 hari kerja sejak registrasi.
-DPR, DPD, dan DPRD, 30 hari kerja sejak registrasi.
-Untuk perkara pendapat DPR, 90 hari kerja sejak registrasi.
c.Sesuai alat bukti, minimal 2 (dua) alat bukti memuat:
-Fakta.
-Dasar hukum keputusan
d.Cara mengambil keputusan:
-Musyawarah mufakat.
-Setiap hakim menyampaikan pendapat atau pertimbangan tertulis.
-Diambil suara terbanyak bila tak mufakat.
-Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak, suara terakhir ketua menentukan.
e.Ditandatangani hakim dan panitera.
f.Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
g.Salinan putusan dikirim kepada para pihak 7 (tujuh) hari sejak diucapkan.
h.Untuk Putusan perkara:
-Pengujian undang-undang, disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden, dan MA.
-Sengketa kewenangan lembaga negara, disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden.
-Pembubaran partai politik, disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
-Perselisihan hasil pemilu disampaikan kepada Presiden.
-Pendapat DPR, disampaikan kepada DPR, Presiden dan Wakil Presiden.