Hak Asuh Anak Dalam Kasus Perceraian
Apa Penyebab Perceraian?
Berdasarkan penelitian kami yang didapat dari pengalaman kami saat menangani perkara perceraian di Bali, angka perceraian di Bali selalu menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Alasannya pun beragam, mulai dari adanya orang ketiga, ketidakcocokan, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), perbedaan visi misi menjalani rumah tangga, finansial (tidak dinafkahi), pemabuk & suka keluar malam, hingga ketidaksanggupan salah satu pihak untuk menjalankan kewajibannya (ngayah di desa).
Hak Asuh Anak Dalam Kasus Perceraian
Faktanya, hampir semua pasangan yang bercerai di Bali umumnya telah memiliki anak. Tentu saja, anak akan mendapatkan dampak yang paling besar terhadap perceraian orang tua, terlebih jika usianya masih begitu belia dan belum banyak memahami persoalan rumah tangga. Perebutan hak asuh pun tak terelakkan, yang membuat orang tua pada akhirnya menggunakan jalur hukum dan memakai jasa Pengacara.
Meski tak lagi tinggal bersama, setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya. Baik ayah maupun ibu tentu memiliki cara tersendiri untuk mendidik anak, dan inilah yang menjadi penyebab utama hak asuh anak diperebutkan. Oleh karena itu, orang tua perlu tahu semua informasi yang berkaitan dengan hak asuh anak setelah perceraian.
Kuasa asuh atau dikenal dengan Hak Asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya. Ini berarti anak harus diasuh sesuai dengan agama yang dianutnya agar perkembangan mental dan spiritualnya baik. Akan tetapi, selain melihat agama dari orang tua yang akan mendapatkan hak asuh si anak, tentu saja harus dilihat juga perilaku dari si orang tua. Kesamaan agama tidak menjadi satu-satunya faktor untuk menentukan hal yang terbaik bagi si anak (dalam pengasuhan ayah atau ibunya).
Hak Asuh Menurut Undang Undang
Hak asuh setelah bercerai bisa saja berupa hak asuh bersama yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), perceraian tidak menghapus kewajiban ayah dan ibu untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya. Dalam pasal terebut juga dikatakan bahwa jika ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan yang akan memberi keputusan. Ini berarti mengenai hak asuh anak, jika tidak ditemui kata sepakat antara suami dan istri, maka diselesaikan melalui jalur pengadilan.