GUGATAN HARTA GONO GINI DALAM PERKARA PERCERAIAN
Mengamati perkembangan dewasa ini dimana angka perceraian di tengah pandemik covid 19 sangat tinggi di Bali, kami selaku pengacara perceraian Bali, kesempatan ini akan melakukan pembahasan terkait substansi dari gugatan pembagian harta bersama/harta perkawinan (pembagian harta gono gini), dalam hal gugatan terpisah setelah perkara perceraian telah diputus oleh Hakim Pengadilan dan putusan hakim telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkraht).
Bahwa perkara pembagian harta gono gini awalnya berasal dari perkawinan antara sepasang suami isteri, yang perkawinan nya sah dan telah terdaftar di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten atau Kota sehingga atas perkawinan tersebut telah diterbitkan akta perkawinan.
Oleh karena perkawinan tersebut tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga perkawinan tersebut telah sah diputus oleh Hakim Persidangan dan tindak lanjutnya putusan perceraian tersebut telah dilakukan pendaftaran perceraian di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten atau Kota, sehingga diterbitkan nya akta Perceraian.
Gugatan harta gono gini
Bahwa saat perkawinan antara sepasang suami isteri tersebut, telah memperoleh harta benda, umumnya adalah dapat berupa rumah, tanah, kendaraan bermotor, tabungan, deposito, perhiasan berharga, saham, dan barang berharga dan memiliki nilai ekonomi lainnya.
Dalam gugatan harta gono gini, dijabarkan dengan jelas mengenai obyek sengketa, sebut saja obyek sengketa berupa tanah dan/atau rumah, maka yang dijabarkan dalam gugatan adalah Nomer Sertipikat Hak Milik (SHM), Letak dan luas tanah dan/atau rumah, mengenai Surat Ukur yang tertera dalam Sertipikat Hak Milik (SHM), dan yang terpenting adalah atasnama Sertipikat Hak Milik (SHM) tersebut.
Penting juga dimuat dalam gugatan mengenai proses diperolehnya tanah dan/atau rumah tersebut, apakah diperoleh dari jual beli, hibah, waris atau lainnya, sebab hal ini memiliki pengaruh dalam pembuktian di persidangan nantinya. Dimuat juga dalam gugatan harta gono gini yaitu mengenai batas-batas tanah dan/atau rumah tersebut yaitu batas sebelah utara,selatan, timur dan sebelah barat.
Dalam gugatan pembagian harta gono gini, juga dijelaskan mengenai siapa pihak yang menguasai obyek sengketa, dan Penggugat dalam hal ini harus memastikan bahwa harta perkawinan/harta bersama itu diperoleh Penggugat dan Tergugat (pasangan suami isteri) yaitu setelah perkawinan dan/atau selama perkawinan dengan melampirkan bukti-bukti kepemilikan, serta tidak lupa untuk mencatat nilai atau harga dari obyek sengketa tersebut.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa “Harta Benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama” sehingga terhadap obyek sengketa maka masing-masing berhak memperoleh ½ (setengah) bagian dari keseluruhan obyek sengketa.
Dalam hal ini Tergugat dapat menyerahkan ½ (setengah) bagian dari keseluruhan obyek sengketa dengan jalan penjualan maupun pelelangan terhadap obyek sengketa secara kontan dan tunai. Pada posisi ini untuk menjamin hak Penggugat terhadap obyek sengketa (bila obyek sengketa dikuasai oleh Tergugat) tidak beralih maupun dialihkan, maka Penggugat dapat memohon kepada Pengadilan untuk meletakkan Sita Marital terhadap obyek sengketa.