FAKTOR HUKUM, EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA PADA PEMBANGUNAN PUSAT KEBUDAYAAN BALI (PKB) di KLUNGKUNG, BALI
Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Klungkung akan berdiri di atas lahan seluas 320 hektar, dengan menggunakan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar RP 2,5 triliun. Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di eks Galian C Desa Gunaksa atau lebih tepatnya yang melalui Desa Tangkas, Desa Jumpai, Desa Sampalan Kelod dan Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan-Klungkung diyakini sebagai pelestarian Bali. Bila dilihat dari sejarah, Klungkung pernah mengalami masa keemasan saat pemerintahan Kerajaan Gelgel oleh Raja Dalem Waturenggong, yang terkenal saat itu adalah bidang kebudayaan nya, saat itu Klungkung dikenal sebagai pusat kebudayaannya yang tersohor hingga nusantara (Jawa, Lombok dan Sumbawa). Namun kini Pusat Kebudayaan Bali (PKB) akan menampilkan kawasan hutan buatan, hotel, pusat pembelanjaan, danau/DAM/waduk, taman, fasilitas seni, pameran, kuliner UMKM hingga pelabuhan kecil (Marina)
Pusat Kebudayaan Bali (PKB) juga dinilai dapat menghilangkan stigma negatif pada bekas galian C tersebut, karena di tempat itu nantinya akan disajikan ruang bagi masyarakat Klungkung untuk menampilkan kesenian dan kebudayaan Klungkung, yang notabene diharapkan penampilan kesenian oleh masyarakat Klungkung nantinya dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tentu hal ini sangat positif guna menekan angka pengangguran di Klungkung. Adanya Pusat Kebudayaan Bali (PKB) otomatis akan membuka lapangan kerja terhadap masyarakat sekitar yang diperkirakan akan terserap sekitar 10 ribu pekerja.
Yang perlu dikawal adalah masalah pembebasan lahan agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, hal ini sebab Klungkung pernah memiliki sejarah kelam kasus pembebasan lahan untuk akses jalan dan areal Dermaga di Gunaksa yang berakhir di meja hijau akibat ulah mantan bupati saat itu terjerat tindak pidana korupsi.
Selain itu yang utama menjadi pertimbangan adalah faktor kajian lingkungan dan mitigasi bencana (serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana). Lokasi Eks Galian C merupakan daerah rawan bencana yaitu disana terdapat muara sungai Unda yang kerap banjir ketika hujan dan satu kawasan yang menjadi jalur lahar jika Gunung Agung mengalami erupsi. Disamping itu kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) juga berpotensi rawan gempabumi, tsunami (akibat dekat dengan pantai) dan likuifaksi (fenomena lahan jenuh yang ketika terjadi bencana seperti gempa bumi menyebabkan tanah yang awalnya padat akan berubah menjadi cair). Hal ini mengingat kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) merupakan kawasan tanah berpasir yang jenuh dan longgar yang bila terjadi gempa bumi misalnya akan menyebabkan tanah kehilangan semua kekuatannya (kemampuan untuk memindahkan tegangan geser) dan berakibat terlihat seperti mengalir menyerupai cairan.
Jangan sampai justru pembangunan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) merusak lingkungan, menimbulkan korban jiwa, sehingga kedepannya perlu kajian AMDAL,RKL,RPL yang matang serta jangan melanggar prinsip-prinsip hukum penanggulangan bencana sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 3 mengatur Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana, yaitu:
1.cepat dan tepat;
2.prioritas;
3.koordinasi dan keterpaduan;
4.berdaya guna dan berhasil guna;
5.transparansi dan akuntabilitas;
6.kemitraan;
7.pemberdayaan;
8.nondiskriminatif; dan
9.nonproletisi.
Perlu Pemerintah Daerah dalam hal ini mempertimbangkan secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh, bilamana lahar gunung agung ketika erupsi nantinya tidak sampai menghancurkan fisik bangunan yang ada dan tidak menimbulkan korban jiwa, sebab pembangunan menghabiskan biaya yang sangat besar. Sebab penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang Pemerintah pusat dan pemerintah daerah