CERAI GUGAT DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA
Istri yang dalam hal ini diwakilkan oleh kuasa hukum nya (pengacara Perceraian) hendak mengajukan perceraian dengan sang suami/Tergugat, sebelumnya harus membuat gugatan yang dikenal dalam Pengadilan Agama dengan nama Cerai Gugat. Kuasa hukum (pengacara Perceraian) dari pihak Istri tersebut dalam gugatannya meminta agar Majelis Hakim menjatuhkan talak satu bain sughra terhadap Tergugat (suami).
Syarat dan Dasar Hukum untuk Menceraikan dalam Hukum Islam
Umumnya pertimbangan Majelis Hakim dikabulkan atau tidaknya gugatan Cerai Gugat tersebut, menurut kami pengacara perceraian adalah didasarkan pada terpenuhinya suatu keadaan tidak tercapainya hakekat dan tujuan perkawinan dalam Hukum Islam sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur’an, Surat Ar Rum ayat 21 serta ketentuan Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Disamping itu menurut kami pengacara perceraian, dasar hukum nya dapat kita temukan dalam hakekat dan tujuan perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam (KIH) pada Pasal 2 yang berbunyi “Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” disebutkan juga dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KIH) yang berbunyi : “ Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”
Poin pasal-pasal tersebut diatas mengandung arti bahwa cita ideal dari sebuah perkawinan, untuk mewujudkannya diperlukan niat yang besar dari suami-istri untuk saling menjaga hubungan dengan memupuk kasih sayang dan saling mempercayai antara satu dengan lainnya serta sabar atas segala keadaan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga.
Bilamana salah satu atau kedua belah pihak sudah kehilangan rasa cinta dan kasih sayangnya, maka cita ideal bagi suatu kehidupan rumah tangga akan menjadi belenggu, sehingga mempertahankan keadaan rumah tangga yang demikian akan mendatangkan kemudharatan bagi Penggugat dan Tergugat.
Maka berdasarkan doktrin Hukum Islam dalam kitab Fiqhus Sunnah jus II halaman 248 yang diartikan “maka apabila telah tetap gugatan istri di hadapan Hakim dengan bukti dari pihak istri atau pengakuan suami, sedangkan adanya perihal yang menyakitkan itu menyebabkan tidak adanya pergaulan yang pantas antara keduanya, dan hakim tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak, maka hakim dapat menceraikannya dengan talak ba’in