PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PERCERAIAN
Sebagai Pengacara Perceraian berpengalaman di Bali, I Putu Agus Putra Sumardana, SH & Partner's akan coba memberikan pandangan hukum terkait apa-apa saja yang menjadi Pertimbangan Hakim dalam memutus perkara perceraian di Bali. Majelis Hakim sebelum mempertimbangkan mengenai apakah gugatan perceraian telah memuat alasan-alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka Majelis Hakim terlebih dahulu menimbang mengenai sahnya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat, apakah telah sesuai dengan Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyebutkan sahnya perkawinan:
- Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu;
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Untuk membuktikan dalil gugatan penggugat tentang sahnya perkawinan adalah dengan Penggugat mengajukan bukti surat berupa Kutipan Akta Perkawinan/Surat Keterangan Kawin/Surat Konfirmasi Perkawinan Tercatat dari Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat, yang berkesesuaian dengan keterangan saksi-saksi yang diajukan Penggugat. Saksi menerangkan bahwa benar perkawinan Penggugat dan Tergugat telah dicatat di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota setempat, dilangsungkan pada hari dan tempat sebagaimana tertuang dalam Kutipan Akta Perkawinan serta dilangsungkan dihadapan Pemuka Agama. Dengan demikian perkawinan antara Penggugat dan Tergugat telah sah secara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Baca Juga: Layanan cepat perkara perceraian
Bahwa setelah perkawinan antara Penggugat dan Tergugat telah sah secara hukum dinyatakan oleh Hakim, maka Hakim selanjutnya mempertimbangkan apakah alasan-alasan perceraian yang diajukan Penggugat dalam gugatannya telah memenuhi persyaratan yang diatur secara limitative dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
- Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena ada hal yang lain di luar kemampuannya.
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kwajibannya sebagai suami/istri. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Bahwa kemudian Majelis Hakim mempertimbangkan gugatan Penggugat yang memuat alasan perceraian, sebagai contoh bilamana gugatan penggugat didasarkan pada keadaan bahwa alasan perceraian karena sering terjadi pertengkaran, dimana pertengkaran disebabkan karena Tergugat memiliki WIL (Wanita Idaman Lain), hal mana membuat Penggugat pergi meninggakan rumah, maka alasan perceraian tersebut telah sesuai sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Maka hakim juga mempertimbangkan Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa "perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Bahwa perkawinan memiliki nilai dan tujuan yang sangat luhur dan tujuan suci, bila perkawinan hanya menjadi ikatan kosong belaka maka perkawinan yang demikian tidak patut lagi dipertahankan.
Maka untuk mengetahui kebenaran alasan perceraian karena sering terjadi pertengkaran, dimana pertengkaran disebabkan karena Tergugat memiliki WIL (Wanita Idaman Lain), maka majelis Hakim akan mendengar keterangan pihak keluarga, teman, tetangga serta orang-orang terdekat dengan Penggugat maupun Tergugat, sehingga dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan baik saksi yang dihadirkan oleh Penggugat maupun saksi dari Tergugat, didapatkan fakta persidangan bahwa Penggugat dan Tergugat tidak lagi tinggal bersama sebagai keluarga yang utuh, bahwa antara Penggugat dan Tergugat tidak ada lagi keinginan untuk memperbaiki kehidupan rumah tangganya sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka disini sudah ada bukti bahwa antara suami istri sudah tidak ada ikatan lahir batin lagi, sehingga perkawinan seperti ini sudah tidak utuh lagi dan sudah rapuh.
Bahwa bila mempertimbangkan Yurisprudensi MA RI No. 534/K/Pdt/1996 tanggal 18 Juni 1996, bahwa dalam perceraian tidak perlu melihat siapa penyebab cekcok atau siapa yang meninggalkan tempat tingal bersama tetapi yang perlu dilihat adalah keadaan perkawinan itu sendiri, apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan ataukah tidak, yang mana ini dilihat dari kemauan kedua belah pihak, apakah masing-masing pihak telah menghendaki untuk berpisah maka perkawinan mereka tidak mungkin dipertahankan lagi, karena apabila dipertahankan maka tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang kekal dan bahagia tidak akan tercapai bahkan apabila perkawinan mereka tetap dipertahankan akan menjadikan kedua belah pihak terbebani.