APA PENYEBAB GUGATAN PERCERAIAN DI TOLAK ATAU TIDAK DAPAT DITERIMA OLEH HAKIM
Berdasarkan pengalaman penulis sebagai pengacara perceraian di Bali, terdapat beberapa alasan mengapa gugatan perceraian yang diajukan oleh Penggugat dinyatakan ditolak atau tidak dapat diterima oleh Hakim.
Penulis akan mencoba mengkaji dari ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta dari filsafat (filosofis) hukum.
Perkawinan menurut Undang Undang
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari sisi filsafat hukum, Perkawinan mengandung nilai-nilai yang luhur karena dengan perkawinan menyebabkan terjadinya ikatan lahir dan bathin antara suami istri.
Yang dimaksud dengan ikatan lahir adalah ikatan yang nampak terlihat dan dapat dibuktikan adanya hubungan hukum yang nyata antara suami istri sebagai pasanagan hidup yang mendapatkan pengakuan dari orang lain/masyarakat.
Sementara ikatan bathin adalah ikatan tidak nampak yang hanya dapat dirasakan dari dalam hati antara suami istri itu sendiri. Ikatan bathin dapat tercermin dari kehidupan rumah tangga yang rukun, damai dan bahagia.
Bahwa mengingat perkawinan yang dilaksanakan tersebut dari sisi filosofis, memiliki tujuan dan nilai yang luhur dan suci, maka perkawinan hendaknya mampu dipertahankan oleh suami istri, maka perceraian selayaknya jadi pilihan terakhir atau jalan terakhir yang dapat ditempuh pasangan suami istri melalui proses yang panjang di persidangan dan dijalani secara sungguh-sungguh.
Baca Juga: Biaya Jasa Pengurusan Kasus Perceraian
Penulis sebagai pengacara perceraian di Bali, melihat penyebab alasan-alasan terjadinya perceraian yang terbanyak adalah adanya perselisihan dan percekcokan yang terus menerus, sebagaimana alasan perceraian ini diatur dalam Pasal 22 angka (2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada pokoknya menentukan gugatan perceraian karena alasan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran dapat dikabulkan oleh Pengadilan, bilamana telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan percekcokan tersebut setelah mendengar keterangan pihak keluarga serta orang-orang terdekat dengan suami istri tersebut. Dengan demikian Majelis Hakim dapat yakin, apakah benar telah terjadi perselisihan dan percekcokan sehingga tidak ada lagi harapan hidup rukun.
Bahwa bilamana di persidangan terbukti pihak Tergugat menunjukkan kesungguhannya untuk mempertahankan rumah tangganya, mau memperbaiki kesalahannya serta bersungguh-sungguh untuk menjadi pasangan yang baik untuk Penggugat, serta bersedia menjalankan tugas dan peran yang diberikan oleh Penggugat, maka segala dalil-dali Penggugat yang meminta Pengadilan untuk memutus perceraian, dapat saja dinyatakan oleh Hakim bahwa dalil-dalil itu bukanlah alasan untuk dilakukannya perceraian.
Menurut Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pokoknya menentukan bahwa perceraian dapat terjadi bila terus menerus terjadi perselisihan dan percekcokan sehingga tidak ada lagi harapan hidup rukun, dimana dapat ditarik kesimpulan bahwa pertengkaran yang bersifat insidentil, yang biasa terjadi dalam rumah tangga, dimana bila ada pihak Tergugat yang mempunyai kemauan yang kuat untuk menjaga kerukunan rumah tangganya, maka pertengkaran yang bersifat insidentil tersebut tidak layak dijadikan alasan untuk dilakukannya perceraian.